|

Cerita Ujang dan Asep: Cita-citamu Itu …

Dikisahkan di daerah Bandung ada dua orang sahabat yang bernama Ujang dan Asep. Keduanya berprofesi sebagai kuli bangunan. Pekerja bangunan itu ada beberapa tingkatan. Yang paling bawah disebut kenek atau helper yang tugasnya sebagai pembantu tukang.

Tukang sendiri jawaban yang dipegang oleh seseorang yang memiliki keahlian. Dalam dunia bangunan, minimal ada 2 ahli yang harus ada, yaitu ahli kayu dan tembok, sehingga ada istilah tukang kayu dan tukang tembok. Tugas kenek adalah membantu tukang kayu atau tukang tembok.

Cerita Ujang dan Asep: Cita-citamu Itu ...

Tentu saja, gaji seorang kenek itu paling rendah. Tugasnya paling ringan dari segi skill, tetapi cukup berat dari segi tenaga. Itulah hidup, skill lebih dihargai dibandingkan hanya tenaga.

Kedua pemuda Ujang dan Asep masih menjadi kenek. Mereka masih mudah dan bekerja di bangunan karena mengikuti teman dan tetangganya yang juga kuli bangunan. Ya, daripada nganggur katanya.

Balada pekerja bangunan adalah berpindah dari satu bangunan ke bangunan lainnya. Jika satu bangunan selesai, maka akan pindah ke bangunan lain. Biasanya mereka mengikuti pemborong. Tergantung, sang pemborong dapat proyek dimana, mereka ikut saja.

Kadang, perlu waktu untuk menunggu proyek baru. Mereka terpaksa menganggur atau bekerja serabutan sambil menunggu proyek baru. Ada yang ngojek, ada yang ke sawah, atau ada juga yang santai-santai saja nunggu proyek baru datang.

“Wah, tidak lama lagi selesai nich rumah. Tinggal pinising.”, kata si Ujang.

“Bukan pinising, finishing kali.”, kata si Asep sambil tertawa.

“Iya dech, itu maksud saya.”, kata si Ujang sambil terus menyiapkan adukan tembok. Sementara Asep siap dengan ember untuk mengantarkan adukan tembok ke tukang yang sedang menyelesaikan beberapa bagian rumah.

“Rumah ini sudah kelihatan bagus … kapan ya punya rumah seperti ini?”, kata Asep sambil memandang ke rumah bagian atas yang sudah mulai terlihat rapi.

“Wow … bangun. Jangan mimpi. Kita mah, dapat kerja membangun rumah seperti ini sudah untung.”, kata si Ujang sambil memasukan adukan ke ember.

“Sepertinya si emak, senang kalau di kasih rumah seperti ini.”, kata si Asep saat sela-sela istirahat, dia membuka bekal nasi yang sudah disiapkan ibunya dari rumah.

“Ha ha … kamu masih mimpi aja.” kata si Ujang.

Dan mereka pun makan siang. Makan siang sengaja membawa dari rumah. Nasi dengan lauk seadanya. Membawa nasi dari rumah bisa menghemat uang yang lumayan dibandingkan harus membeli nasi di warung tegal terdekat.

Di saat makan, mata Asep tetap tertuju ke rumah yang sedang mereka bangun. Sebuah rumah yang cukup mewah yang lokasinya di kota Bandung. Tidak terlalu besar, namun dengan desain yang mewah.

“Sep … sep … “, kata si Ujang.

“Kenapa?”, kata si Asep tanpa menoleh si Ujang.

“Beberapa hari ini kamu terus melihat rumah ini. Serius kamu ingin punya rumah seperti ini? Sadar diri, ngukur diri. Nanti kamu malah kecewa. Terima nasib saja. Kita sudah bisa makan saja sudah untung.”, kata si Ujang sambil geleng-geleng kepala.

“Memang tidak boleh saya ingin rumah seperti ini?”, kata si Asep sambil mengambil minumannya.

“Siapa yang tidak ingin? Saya juga sama. Tapi, saya sadar, kita ini siapa. Syukuri saja yang ada.”, kata si Ujang.

“Apakah hanya orang-orang tertentu saja yang boleh punya rumah seperti ini?”, tanya si Asep.

“Betul. Hanya mereka yang punya uang banyak. Kamu tau harga rumah ini?”, tanya si Ujang.

“Tau, pak Mandor pernah cerita, rumah seperti ini sekitar 4 milyar katanya.”, kata si Asep.

“Nah, itu tau. Bagaimana kamu bisa dapat uang 4 milyar? Gaji aja nggak pernah nyisa bahkan kurang untuk makan saja. Mau ngumpulin sampai 4 milyar? Kapan?”, kata si Ujang nyinyir.

Si Asep hanya melirik sahabatnya tanpa berkata-kata.

“Sudahlah Sep. Kamu bisa bayar kontrakan tanpa nunggak saja sudah untung. Saya kira kamu cuma bercanda. Sepertinya serius. Hati-hati, kamu bisa gila nanti.”, kata si Ujang.

“Kenapa orang lain bisa, tapi saya tidak?”, kata si Asep sambil mikir.

“Sudah takdir Sep. Allah sudah menakdirkan kita jadi orang miskin. Tidak ada jalan lain kecuali kita menerima dan ridha dengan takdir kita. Kita shabar dan bersyukur. Sudah itu saja.”, kata si Ujang.

“Baik ustadz …”, kata si Asep sambil tersenyum.

“Dasar kamu. Itu kata bapak saya, selalu menasihati saya seperti itu.”, kata si Ujang.

“Kapan ya yang punya rumah akan ke sini lagi?”, tanya si Asep.

“Sepertinya tidak tentu. Tapi akhir-akhir ini sering. Mungkin besok datang. Memang kenapa?”, kata si Ujang.

“Saya mau nanya dia, bagaimana caranya bisa punya rumah seperti ini.”, kata si Asep.

“Sep … sep! Kirain sudah ngerti. “, kata si Ujang geleng-geleng sambil berdiri bersiap mulai kerja lagi. Hayuk, sudah cukup istirahatnya.

“Hayu, kita shalat dzuhur dulu.”, kata si Asep sambil menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Si Ujang pun mengikuti.

***

Betul saja, keesokan harinya pemilik rumah datang untuk mengontrol perkembangan rumahnya yang sedang dibangun.

“Tuh dia datang … “, kata si Ujang sambil nyolek si Asep.

“Siapa?”, kata si Asep.

“Itu yang punya rumah.”, kata si Ujang sambil menunjuk pemilik rumah yang baru turun dari mobil.

Si Asep langsung menyimpan peralatannya dan menghampir pemilik rumah.

“Asep, mau ngapain kamu? Jangan, nanti pak Mandor marah.”, kata si Ujang sambil berusaha memegang tangan Asep, namun si Asep melepaskan pegangan si Ujang dan terus melangkah menghampiri pemilik rumah. Si Ujang hanya bengong lihat kelakukan sahabatnya itu.

“Maaf pak, saya boleh bertanya?”, kata si Asep sambil mengangguk hormat.

“Oh, ada pertanyaan apa?”, kata si pemilik rumah sambil melihat-lihat rumahnya.

“Bagaimana cara bapak bisa punya rumah seperti ini?”, tanya si Asep.

“Apa?” tanya pemilik rumah agak kaget dengan pertanyaan Asep. Asep pun mengulang pertanyaannya.

“Kamu kerja disini?”, tanya si pemilik rumah sambil memperhatikan pakaian si Asep.

Sesaat terdiam. Peristiwa itu menarik perhatian semua pekerja termasuk mandor. Menyadari kehadiran pemilik rumah, pak Mandor pun menghampirinya.

“Asep, sedang apa kamu? Ayo kerja!”, kata pak Mandor.

“Itu pak Mandor, anak ini bertanya kepada saya cara cara memiliki rumah ini.”, kata pemilik rumah kepada Mandor.

“Apa?”, pak Mandor pun kaget dengan pertanyaan itu. Tidak menyangka. Karena suara pak Mandor cukup keras, semua pekerja menjadi memperhatikan percakapan itu.

“Kenapa kamu bertanya itu? Kamu mau punya rumah seperti ini?”, tanya pak Mandor kepada Asep.

“Betul pak, buat si emak.”, kata Asep dengan tenang.

Dan ….

Tawa pun meledak dari seluruh pekerja yang mendengar percakapan itu.

***

Bersambung ke Episode 2


Kunjungi Juga:

Paket Umroh Bandung 2024 - 2025

Mau Umroh? Meski Anda Tidak Punya Uang dan Belum Siap?

5 Comments

  1. Bener Mr power……
    Kami tunggu sambungannya dari Artikel ujang dan asep…..
    Penasaran nich……

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


WordPress Anti Spam by WP-SpamShield