|

Cerita Ujang dan Asep Episode 2: Ngobrol Tentang Takdir

Klik Disini Untuk Episode Sebelumnya

Di hari minggu, saat kerja di bangunan libur dan tidak ada lembur, Asep jarang ke luar rumah. Meski gajian hari Sabtu, hari Minggu tidak digunakan untuk jalan-jalan. Semua gaji dia serahkan kepada ibunya, hanya mengambil untuk ongkos seminggu kedepan.

Meski pun laki-laki dia tidak segan membantu ibunya, baik masak maupun nyuci. Saat itu sedang di dapur, Asep lagi asik ngulek bumbu. Ibunya sambil memotongi sayur menatap anak semata wayangnya itu.

cerita ujang dan Asep

“Sep, saya dengar dari ibunya si Ujang, kamu diketawain di tempat kerja kamu.”, kata ibu si Asep.

“He he, iya mak. Itu, gara-gara nanya cara dapetin rumah.”, kata Asep sambil menyeringai.

“Ngukur diri Sep, nggak mungkin kita sanggup membeli rumah semahal itu. Katanya 4 miliar ya? Jangankan 4 miliar, lihat uang seratus juta saja, emak belum pernah.” kata si Emak.

“Emak nggak mau punya rumah seperti itu?”, tanya Asep sambil terus ngulek bumbu.

“Siapa yang tidak mau Sep? Tapi emak tau diri. Kalau kamu sudah bisa bayar kontrakan ini, bisa makan, emak sudah bersyukur. Dan kamu sehat. Itu sudah nikmat Allah yang perlu kita syukuri.”, kata si Emak.

“Betul mak, tapi yang paling Asep syukuri, punya emak sebaik emak. Untuk itu, Asep ingin membahagiakan emak, ingin membelikan rumah bagus.”, kata Asep.

“Emak sudah bahagia Sep. Kamu jangan berpikir jauh-jauh. Nggak perlulah mikirin rumah 4 miliar. Kalau kamu bisa beli rumah disini, yah sekedarnya saja, emak sudah bahagia. Nggak perlu miliaran. Tapi, itu juga nggak perlu kamu pikirin. Bisa ngontrak saja dan bisa membayarnya, emak sudah senang. Lihat orang lain, tidak seberuntung kita.”, kata si Emak panjang lebar.

“Iya mak, Asep mengerti. Tapi enggak apa-apa kan kalau pengen rumah lebih bagus?”, tanya Asep.

“Tidak apa-apa nak. Emak hanya takut kamu nanti kecewa kalau kamu tidak berhasil. Emak tidak mau membebani kamu.”, kata si Emak.

“Asep tidak terbebani mak. Emak sendirian menanggung beban menghidupi Asep setelah bapak meninggal. Kalau Asep bekerja keras untuk emak, itu bukan beban sama sekali bagi Asep.”, kata Asep.

“Mengurus kamu sudah kewajiban emak.”, kata si Emak.

“Begitu juga, mengurus dan membahagiakan emak adalah kewajiban Asep.”, kata Asep.

“Betul. Emak bersyukur punya anak soleh seperti kamu. Tapi, nggak perlu lah harus beli rumah miliaran. Kalau pun emak ada keinginan, bukan itu.”, kata si Emak bikin penasaran.

“Oh, memang emak pengen apa? Kenapa nggak bilang? Nanti Asep usahakan.”, kata Asep.

“Emak ingin kamu segera menikah. Biar ada yang mengurus kamu kalau emak sudah tidak ada.”, kata Emak.

“Oohh … tenang aja mak. Nanti kalau sudah ada jodohnya.”, kata Asep.

“Sebenarnya ada gadis yang mau sama kamu, tapi kamunya tidak sadar.”, kata Emak.

“Ah yang benar mak? He he.”, kata si Asep.

“Itu, anaknya teman emak ceu Siti, yang rumahnya deket Masjid. Sepertinya anaknya baik, cocok buat kamu.”, kata si Asep.

“Emak tau dari mana kalau dia suka saya?”, tanya si Asep.

“Ibunya, suka nanya emak, kamu sudah punya calon belum.”, kata si Emak.

“Ah emak, bikin ge er saja. Belum tentu bi Siti mau ambil mantu saya. Cuma basa basi aja kali.”, kata si Asep sambil senyum.

“Tapi sering lho nanyanya …”, kata si Emak.

“Ah, jadi ngabahas jodoh, kita kan sedang bahas rumah mak?”, tanya Asep.

“Kirain sudah selesai bahas rumah. Sudahlah Sep, yang penting kamu bisa bayar kontrakan ini saja, bagi emak sudah cukup. Mungkin sudah takdir kita ngontrak.”, kata emak.

“Iya mak, sejauh ini memang takdir kita ngontrak. Tapi, besok lusa atau beberapa tahun ke depan, kita akan ditakdirkan ngontrak?”, kata Asep sambil bertanya.

“Hanya Allah yang Maha Mengetahui.”, kata Emak.

“Nah itulah … mungkin saja Allah menakdirkan kita akan punya rumah bagus.”, kata Asep.

“Tapi bagaimana caranya Sep? Sepertinya tidak mungkin buat kita.”, kata Emak.

“Kata Emak dulu, Allah itu Maha Besar, Maha Kuasa, pastinya tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Jika Allah menghendaki kita punya rumah bagus, pasti mudah bagi Allah.”, kata Asep.

“Iya Sep, tapi nggak kepikirin sama Emak, bagaimana caranya beli rumah mahal.”, kata Emak.

“Sama donk mak, Asep juga belum tau.”, kata Asep sambil tersenyum.

“Tuh kan, apa kata emak …?”, kata Emak.

“Karena tidak tau, makanya saya bertanya sama yang sudah tau. Itu alasan saya tanya sama yang punya rumah kemarin. Dia kan sudah tau, mungkin dia mau ngajarin saya.” kata Asep.

Emak hanya menarik nafas.

“Saya juga akan bertanya kepada Allah, melaui do’a-do’a saya, juga do’a Emak. Emak mau do’ain saya kan? Supaya bisa beli rumah bagus.”, kata Asep sambil menatap wajah ibunya.

“Iya … ibu do’akan yang terbaik bagi kamu. Tapi kalau nanti tidak kesampaian, kamu jangan kecewa.”, nasihat Emak.

“Terima kasih mak. In syaa Allah tidak akan kecewa, itu kan takdir Allah dan kita harus menerimanya.”, kata Asep.

Tiba-tiba, ada yang mengetuk palu dan salam. Setelah dibuka, ternyata Ujang.

“Eh Jang, ada apa?”, tanya Asep kepada sahabatnya.

“Itu ada yang nyari kamu, Pak Umar, yang punya rumah.”, kata Ujang.

***

Ada apa pak Umar mencari Asep?

In syaa Allah bersambung.


Kunjungi Juga:

Mau Umroh? Meski Anda Tidak Punya Uang dan Belum Siap?

6 Comments

  1. ceritanya sangat membuat dahi berkerut Pak…
    penuh pertanyaan tanda tanya sebesar kepala ini…
    mungkin bisa jadi butuh berhari-hari untuk menerka2 hal yang benar2 bersemangat untuk ditunggu akhir ceritanya…

    singkat kata…: Ditunggu hasil akhirnya…

    Terimakasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WordPress Anti Spam by WP-SpamShield