Mengupas Arti Konsep Be Do Have Dalam Perspektif Islam
Temukan arti konsep Be Do Have dalam perspektif Islam. Pahami bagaimana esensi diri (Be), perbuatan (Do), dan kepemilikan (Have) saling terkait untuk kehidupan Muslim yang bermakna dan seimbang.

Mengupas Arti Konsep Be Do Have dalam Perspektif Islam: Fondasi Kehidupan Muslim yang Bermakna
Dalam laju kehidupan modern yang serba cepat, banyak dari kita mencari kerangka berpikir yang dapat memandu langkah dan aspirasi. Salah satu konsep yang sering terdengar dalam ranah pengembangan diri adalah “Be-Do-Have”. Konsep ini menyarankan bahwa untuk memiliki sesuatu (Have), seseorang harus terlebih dahulu melakukan sesuatu (Do), dan akar dari semua itu adalah menjadi seseorang (Be) yang tepat. Namun, seberapa relevan kerangka ini jika disandingkan dengan ajaran Islam, agama yang mengatur setiap aspek kehidupan umatnya? Artikel ini akan mengupas tuntas arti be do have dalam islam dan makna be do have perspektif islam, menunjukkan bagaimana filosofi kuno ini justru berakar dalam pada ajaran Islam, serta bagaimana mengintegrasikannya untuk kehidupan yang lebih bermakna dan selaras dengan ridha Allah.
Pendahuluan: Memahami Konsep Be Do Have dan Relevansinya dalam Islam
Konsep “Be-Do-Have” secara sederhana membagi pencapaian tujuan hidup menjadi tiga komponen fundamental:
- Be (Menjadi): Ini adalah tentang siapa diri Anda. Kualitas diri, karakter, nilai-nilai, keyakinan, dan identitas Anda. Ini adalah fondasi.
- Do (Melakukan): Ini adalah tentang tindakan yang Anda ambil. Perbuatan, aktivitas, dan usaha yang Anda lakukan sehari-hari. Ini adalah manifestasi dari diri Anda.
- Have (Memiliki): Ini adalah tentang hasil atau pencapaian yang Anda raih. Ini bisa berupa materi, hubungan, pengalaman, kedamaian, atau kebahagiaan. Ini adalah buah dari diri dan tindakan Anda.
Secara umum, banyak pendekatan pengembangan diri Barat menekankan bahwa untuk mendapatkan Have, Anda harus melakukan Do, dan untuk melakukan Do yang efektif, Anda harus Be seseorang yang tepat. Namun, dalam perspektif Islam, urutan dan makna dari ketiga komponen ini memiliki kedalaman yang jauh melampaui sekadar pencapaian duniawi. Islam tidak hanya menawarkan panduan tentang bagaimana menjadi, melakukan, dan memiliki, tetapi juga memberikan makna ilahiyah di baliknya, menghubungkannya dengan tujuan penciptaan manusia sebagai hamba Allah. Memahami arti be do have dalam islam akan membuka pandangan baru tentang bagaimana membangun kehidupan yang tidak hanya sukses di dunia, tetapi juga diberkahi di akhirat.
Filosofi Be Do Have Menurut Islam
Ketika kita menyelami ajaran Islam, kita akan menemukan bahwa konsep “Be-Do-Have” bukanlah hal baru, melainkan telah terinternalisasi dalam prinsip-prinsip dasar agama ini sejak awal.
1. Esensi Diri (Be) dalam Ajaran Islam
“Be” dalam konteks Islam merujuk pada esensi diri menurut Islam, yaitu siapa kita di hadapan Allah SWT. Ini bukan sekadar identitas sosial atau profesional, melainkan hakikat keberadaan kita sebagai hamba Allah.
- Konsep Fitrah dan Penciptaan Manusia: Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan fitrah, suci, dan cenderung kepada kebaikan serta pengenalan kepada Sang Pencipta. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Mu’minun: 12-14, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani di tempat yang kokoh. Kemudian Kami ciptakan saripati itu menjadi segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain. Maka Mahasuci, Allah, Pencipta yang paling baik.” Penciptaan ini mengandung tujuan, dan tujuan utama kita adalah beribadah kepada-Nya.
- Iman sebagai Inti “Be”: Inti dari “menjadi” seorang Muslim adalah keimanan (iman). Iman bukan sekadar pengakuan lisan, melainkan keyakinan yang tertanam kuat di hati (aqidah), yang kemudian memengaruhi seluruh cara pandang dan eksistensi kita. Keimanan inilah yang membentuk kualitas pribadi dalam Islam.
- Nilai-nilai Karakter: Keimanan yang benar akan melahirkan berbagai nilai karakter mulia. Kesabaran (sabar) menghadapi ujian, kerendahan hati (tawadhu’) di hadapan Allah dan sesama, rasa syukur (syukur) atas nikmat, keikhlasan (ikhlas) dalam beramal, dan ketawakalan (tawakkal) atas segala keputusan-Nya adalah buah dari “menjadi” seorang mukmin yang sejati. Inilah yang membentuk kualitas diri seorang mukmin.
- Menjadi Pribadi Bertakwa dan Berakhlak Mulia: Tujuan tertinggi dari “Be” dalam Islam adalah menjadi pribadi yang bertakwa (muttaqin) dan memiliki akhlak mulia (akhlakul karimah). Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR. Ahmad). Menjadi pribadi yang “baik” secara hakiki dalam Islam berarti mendekatkan diri kepada Allah dan meneladani sifat-sifat-Nya yang tercermin dalam Rasulullah SAW.
2. Perbuatan (Do) sebagai Manifestasi Keimanan
“Do” atau perbuatan dalam Islam adalah wujud nyata dari “Be” yang telah tertanam dalam diri. Ini adalah bagaimana kita mengaktualisasikan keimanan dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari.
- Pentingnya Amal Shalih: Keimanan tanpa perbuatan laksana pohon tanpa buah. Islam sangat menekankan pentingnya perbuatan baik dalam Islam (amal shalih) sebagai bukti nyata keimanan. Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka itu adalah penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 82). Iman amal rezeki islam adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
- Fokus pada Ibadah dan Muamalah: Perbuatan seorang Muslim terbagi dalam dua ranah utama: ibadah mahdhah (ritual murni yang telah ditentukan tata caranya, seperti shalat, puasa, zakat, haji) dan ibadah ghairu mahdhah atau muamalah (segala urusan keduniawian yang dilakukan dengan niat ibadah, seperti bekerja, berdagang, berkeluarga, bermasyarakat). Keduanya merupakan bagian dari “melakukan” yang diajarkan Islam.
- Jihad dalam Arti Luas: Konsep “jihad” dalam Islam sering disalahartikan hanya sebagai perang fisik. Padahal, jihad memiliki makna yang lebih luas, yaitu berjuang di jalan Allah dalam segala aspek kehidupan. Jihad melawan hawa nafsu, jihad menuntut ilmu, jihad membangun peradaban, jihad ekonomi, dan tentu saja, jihad membela kebenaran. Semua ini adalah bagian dari transformasi diri perspektif Islam melalui amalan nyata.
- Hubungan Iman dan Amal: Al-Qur’an sering kali menyebutkan “orang-orang yang beriman dan beramal shalih” secara beriringan, menunjukkan betapa eratnya hubungan antara keimanan dalam hati dan tindakan nyata. Sebagaimana firman-Nya, “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itu adalah kemenangan yang besar.” (QS. An-Nisa: 122). Inilah esensi aktualisasi diri menurut Islam yang sesungguhnya.
3. Kepemilikan (Have) dalam Timbangan Islam
“Have” atau kepemilikan dalam perspektif Islam adalah hasil yang diberikan Allah sebagai buah dari keimanan (Be) dan perjuangan (Do) yang dilakukan dengan benar. Namun, pandangan Islam tentang kepemilikan sangat berbeda dari sekularisme murni.
- Konsep Kepemilikan dalam Islam: Dalam Islam, segala sesuatu pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Apa yang kita miliki di dunia ini hanyalah titipan atau amanah. Al-Qur’an mengingatkan, “Dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang telah dikaruniakan-Nya kepadamu…” (QS. An-Nur: 33). Ini adalah pandangan mendasar tentang konsep kepemilikan dalam Islam yang menggeser fokus dari “hak milik” menjadi “tanggung jawab pengelola”.
- Rezeki Islam yang Luas: Rezeki Islam tidak hanya terbatas pada materi (uang, harta benda). Rezeki juga mencakup kesehatan, ilmu, keluarga yang harmonis, ketenangan hati, kesempatan beribadah, dan bahkan rahmat serta ampunan Allah. Semua ini adalah “memiliki” yang patut disyukuri.
- Tanggung Jawab Terhadap Kepemilikan: Sebagai pengelola titipan Allah, kita memiliki tanggung jawab untuk menggunakannya sesuai dengan syariat. Ini termasuk menunaikan zakat, mengeluarkan sedekah dan infak, serta menggunakan harta untuk kebaikan dan kemaslahatan. Hal ini menunjukkan bagaimana peran dan fungsi dalam Islam terkait kepemilikan harus dibarengi dengan kesadaran akan tanggung jawab sosial dan ilahiyah.
- Menghindari Takhthir dan Cinta Dunia: Islam mengajarkan untuk tidak terbuai oleh kesenangan duniawi dan tidak bersifat tamak. Rasulullah SAW bersabda, “Bila anak Adam memiliki satu lembah emas, ia pasti menginginkan dua lembah. Dan perut anak Adam tidak akan dipenuhi kecuali dengan tanah (mati). Dan Allah akan menerima taubat orang yang bertaubat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Cinta dunia yang berlebihan dapat mengaburkan fokus kita dari tujuan utama penciptaan.
- Kekayaan sebagai Amanah: Kekayaan yang kita miliki adalah amanah. Bagaimana kita menggunakannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Ketaatan dalam mengelola harta, menggunakannya untuk ibadah, menafkahinya di jalan Allah, dan tidak menggunakannya untuk maksiat adalah wujud dari bagaimana seorang Muslim “memiliki” sesuatu dalam pandangan Islam.
Integrasi Konsep Be Do Have dalam Kehidupan Muslim
Setelah memahami ketiga komponen secara terpisah dalam perspektif Islam, kini saatnya melihat bagaimana ketiganya saling terintegrasi dan membentuk pondasi kehidupan seorang Muslim.
1. Islam Be Do Have Connection: Bagaimana Ketiganya Saling Mempengaruhi
Dalam Islam, konsep “Be-Do-Have” bukanlah urutan linier yang kaku, melainkan sebuah siklus dinamis yang saling terkait erat.
- Dari “Be” ke “Do”: Fondasi keimanan dan karakter yang kuat (“Be”) secara alami akan mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan yang baik dan mulia (“Do”). Seseorang yang meyakini keesaan Allah dan sifat-sifat-Nya yang Maha Pengasih, misalnya, akan lebih terdorong untuk berbuat kasih sayang kepada sesama. Seseorang yang memiliki kesabaran dalam hatinya akan lebih mampu menghadapi cobaan dengan lapang dada. Inilah hakikat keberadaan muslim yang tercermin dalam perilakunya.
- Dari “Do” ke “Have”: Perbuatan baik dan amal shalih yang konsisten (“Do”) tidak hanya memperkuat keimanan dalam diri (“Be”), tetapi juga mendatangkan keberkahan dan keridaan Allah, yang berujung pada kepemilikan yang bermakna (“Have”). Rezeki yang halal dan berkah, ketenangan batin, kebahagiaan dunia akhirat, serta keselamatan di akhirat adalah buah dari amal shalih yang dilakukan karena Allah. Sebagaimana janji-Nya dalam QS. Al-Baqarah: 277, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”
- “Have” Membentuk “Be” dan “Do”: Pandangan yang benar tentang kepemilikan (“Have”) sebagai amanah Allah juga akan membentuk karakter kita (“Be”) dan mengarahkan perbuatan kita (“Do”). Kesadaran bahwa harta adalah titipan akan menumbuhkan sifat qana’ah (menerima apa adanya) dan menolong orang lain, bukan menumpuk harta untuk diri sendiri. Hal ini membantu kita untuk tetap menjadi pribadi yang bertakwa dan berakhlak mulia serta terus melakukan amal-amal kebaikan.
Hubungan ini selaras dengan konsep spiritualitas dalam praktik Islam, di mana setiap aspek kehidupan dijalani dengan kesadaran penuh kepada Allah.
2. Menerapkan Prinsip Be Do Have dalam Ajaran Islam untuk Kehidupan yang Bermakna
Mengintegrasikan konsep “Be-Do-Have” dalam kehidupan Muslim berarti menanamkan nilai-nilai Islam di setiap aspeknya.
- Ibadah Sehari-hari:
- Be: Memiliki niat yang ikhlas karena Allah saat hendak shalat, puasa, atau beribadah lainnya. Memahami bahwa diri kita adalah hamba yang lemah yang membutuhkan pertolongan-Nya.
- Do: Melaksanakan ibadah dengan khusyuk, memenuhi rukun dan syaratnya, serta berusaha memelihara kualitasnya.
- Have: Merasakan ketenangan hati setelah beribadah, mendapatkan pahala di sisi Allah, dan terhindar dari murka-Nya.
- Interaksi Sosial dan Muamalah:
- Be: Memiliki akhlak yang mulia, kejujuran, amanah, dan rasa empati terhadap sesama. Menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
- Do: Berdagang dengan jujur, bekerja dengan profesional, bersikap adil, membantu sesama, serta menjaga lisan dan perbuatan dari hal-hal yang dilarang. Melakukan tindakan yang menunjukkan kualitas diri seorang mukmin.
- Have: Mendapatkan kepercayaan dari orang lain, rezeki yang berkah dari usaha yang halal, serta terjalinnya hubungan sosial yang harmonis. Hal ini juga selaras dengan upaya membangun manajemen diri Islami.
- Mencapai Kebahagiaan Dunia dan Akhirat: Keseimbangan dalam menerapkan “Be-Do-Have” yang berlandaskan ajaran Islam adalah kunci mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ketika kita menjadi hamba yang taat, melakukan segala sesuatu dengan niat karena Allah, maka kita akan memiliki kedamaian, keberkahan, dan ridha Ilahi, yang merupakan puncak kebahagiaan sejati. Ini adalah esensi dari tujuan hidup islami yang sesungguhnya. Tanpa keseimbangan ini, kita mungkin hanya mencapai kesuksesan semu yang rapuh dan tidak abadi.
Sebagai contoh konkret, seorang pengusaha Muslim yang menerapkan prinsip ini akan fokus pada “Be” sebagai pribadi yang jujur, amanah, dan selalu berniat mengutamakan keridaan Allah dalam bisnisnya. Ia akan “Do” dengan bekerja keras, berinovasi, memberikan pelayanan terbaik, serta menunaikan zakat dan infak dari keuntungannya. Hasil “Have” yang ia peroleh tidak hanya keuntungan materi yang berlimpah, tetapi juga keberkahan, ketenangan jiwa, reputasi yang baik, dan pahala di akhirat.
Kesimpulan: Menuju Keseimbangan Konsep Be Do Have dalam Kehidupan Muslim
Memahami konsep be do have islam secara utuh memberikan kerangka yang kokoh bagi seorang Muslim untuk menjalani kehidupannya. Ini bukan sekadar strategi pencapaian tujuan duniawi, melainkan sebuah panduan ilahiyah untuk membentuk diri, mengarahkan perbuatan, dan mengelola kepemilikan demi meraih kesuksesan hakiki di dunia dan akhirat.
Ketiga aspek ini – “Be”, “Do”, dan “Have” – saling melengkapi dan memperkuat. Keimanan dan karakter yang baik (“Be”) mendorong tindakan yang mulia (“Do”), dan tindakan yang benar akan mendatangkan hasil yang diberkahi (“Have”). Sebaliknya, kesadaran akan hakikat kepemilikan sebagai amanah (“Have”) akan membentuk pribadi yang tawadhu’ dan bersyukur (“Be”), serta mengarahkannya untuk “Do” yang lebih baik.
Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berupaya mengintegrasikan ketiga aspek ini dalam setiap langkah kehidupan kita, dengan menjadikan Allah SWT sebagai pusat dari segala niat dan tujuan. Dengan menjadi hamba yang senantiasa memperbaiki diri, melakukan amal shalih dengan ikhlas, dan mengelola segala titipan-Nya dengan bijak, kita akan meraih kehidupan yang penuh makna, diberkahi, dan diridhai-Nya.
Ya Allah, bimbinglah kami untuk senantiasa menjadi pribadi yang Engkau cintai, melakukan segala sesuatu demi mengharapkan ridha-Mu, dan memiliki segala karunia-Mu dengan rasa syukur dan tanggung jawab. Amin.
Baca Juga:

